ABSTRAK
Pada artikel kali ini mencoba untuk memeriksa pengaruh antara kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa. Artikel ini berdasarkan penelitian- penelitian sebelumnya yang memeriksa hubungan variable- variable diatas.
Setelah dilakukan telaah pustaka, dalam artikel ini disimpulkan bahwa adanya pengaruh yang positif signifikan antara kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap prestasi belajar. Hal ini disepakati oleh berbagai penelitian yang dijadikan referensi. Sedangkan untuk variable lingkungan belajar, terjadi ketidaksepakatan. Penelitian yang dilakukan olehPartono dan Tri Minarni (2005) dan Noor Chalifah (2011) sepakat adanya pengaruh positif signifikan antara lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa. Berbeda dengan temuan Erlina Nurmalia (2011). Yang menyatakan bahwa tidak adanya pengaruh antara lingkungan belajar terhadap prestasi belajar. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan model yang dipakai oleh para peneliti.
ABSTRACT
This article aims to examining relationship between emotional quotient (EQ), Spiritual quotient (SQ), and learning environment toward student study achievement. This article based to previous research that investigating variables above.
After conducting literatures review, this article result tells that there is influence positive significantly of emotional quotient (EQ) and spiritual quotient (SQ) toward learning environment. This statement agreed by any literatures that used reference. However, for learning environment, the researchers is not agree in learning environment variable. Partono dan Tri Minarni (2005) dan Noor Chalifah (2011) proved that the relationship between learning environment toward student study achievement positive significantly. But erlina Nurmalia (2011) isn’t. her study proved there isn’t relationship between learning environment toward student study achievement.
LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah salah satu wahana untuk membentuk sumber daya manusia yang tangguh. Karena baik tidaknya pendidikan di suatu Negara pastinya secara langsung menentukan kualitas sumber daya manusia di Negara tersebut. Kualitas sumber daya manusia yang baik tidak akan terbentuk secara instan, melainkan dengan melalui proses yang panjang. Setelah melalui proses pendidikan, diharapkan siswa tersebut mendapatkan kompetensi sebagaimana yang telah ditentukan. Untuk mengetahui siswa tersebut telah memiliki kompetensi tersebut atau tidak, maka diwajibkan diadakannya evaluasi belajar. Melalui evaluasi ini, dapat ditentukan tinggi rendahnya prestasi belajar seorang siswa. Prestasi belajar inilah yang sementara ini umum dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai baik tidaknya siswa dalam menyerap kompetensi yang diberikan.
Sementara itu, kenyataan yang terjadi adalah tidak semua siswa dapat lulus evaluasi atau tidak semua siswa yang menempuh tingkat pendidikan tertentu dapat mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan.
Pendidikan merupakan hal yang mendasar dan penting bagi kehidupan suatu bangsa dan merupakan faktor penentu maju tidaknya bangsa tersebut. Pendidikan di indonesia hanya dilihat pada sisi IQ saja padahal sisi EQ dan SQ adalah yang terpenting (Ginanjar, 2006).
Daniel Goleman (2006) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya memberi kontribusi 20 persen terhadap kesuksesan hidup seseorang. Sisanya, 80 persen bergantung pada kecerdasan emosi , kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritualnya. Bahkan dalam hal keberhasilan kerja, kecerdasan intelektual hanya berkontribusi empat persen.
Kecerdasan emosional mampu melatih kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan ini yang mendukung seorang siswa dalam meraih tujuan dan cita- citanya.
Kecerdasan intelektual tanpa disertai dengan kecerdasan spiritual akan mengakibatkan jiwa yang kosong. Sehingga mereka mudah goyah dalam menghadapi permaalahan hidupnya. Hal inilah yang sering menyebabkan seseorang mudah depresi, melampiaskan beban hidupnya pada hal- hal yang tidak semestinya seperti obat- obatan terlarang dan perbuatan negatif lainnya. Oleh sebab itulah kecerdasan spiritual sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan pada umumnya maupun dalam hal menempuh studi pada khususnya.
Sementara itu, para pakar pendidikan umumnya sepakat bahwa lingkungan belajar (pendidikan) berkorelasi positif terhadap keberhasilan pendidikan seseorang (Munib, 2011). lingkungan belajar yang baik akan menularkan kebaikan kepada orang yang berada di lingkungan tersebut, begitupun sebaliknya.
Dalam prosesnya, keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang itu sendiri. Seperti kepribadian, tingkah laku, serta motivasi siswa. Semantara faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar seseorang. Seperti lingkungan, social ekonomi, budaya, dan lain sebagainya.
Jika dirtarik garis besarnya, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual masuk ke dalam ranah faktor internal. Sementara itu lingkungan belajar masuk kedam ranah faktor eksternal yang menentukan keberhasilan pendidikan.
LANDASAN TEORI
- I. Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual ditemukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall pada pertengahan tahun 2000. Zohar dan Marshall (2001) menegaskan bahwa kecerdasan spiritual adalah landasan untuk membangun IQ dan EQ.
Spiritual berasal dari bahasa Latin spiritus yang berati prinsip yang memvitalisasi suatu organisme. Sedangkan, spiritual dalam SQ berasal dari bahasa Latin sapientia (sophia) dalam bahasa Yunani yang berati ’kearifan’ (Zohar dan Marshall, 2001). Zohar dan Marshall (2001) menjelaskan bahwa spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab seorang humanis atau atheis pun dapat memiliki spiritualitas tinggi. Kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan pencerahan jiwa. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu memaknai hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif akan mampu membangkitkan jiwa dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumber terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri, yang memungkinkan otak untuk menemukan dan menggunakan makna dalam memecahkan persoalan.
Sedangkan Agustian (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kemampuan untuk meberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran integralistik, serta berprinsip hanya karena Allah.
Dari pengertian kecerdasan spiritual menurut beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan seseorang dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar sesama makhluk hidup.
Adapun ciri- ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual berdasarkan teori Zohar dan Marshall (2001) dan Sinetar (2001) dalam Rachmi (2010) adalah sebagai berikut:
- Memiliki Kesadaran Diri
Memiliki kesadaran diri yaitu adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan mendalam sehingga bisa menyadari berbagai situasi yang datang dan menanggapinya.
- Memiliki Visi
Memiliki visi yaitu memiliki pemahaman tentang tujuan hidup dan memiliki kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.
- Bersikap Fleksibel
Bersikap fleksibel yaitu mampu menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, memiliki pandangan yang pragmatis (sesuai kegunaan), dan efisien tentang realitas.
- Berpandangan Holistik
Berpandangan holistik yaitu melihat bahwa diri sendiri dan orang lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan, melampaui kesengsaraan dan rasa sehat, serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.
- Melakukan Perubahan
Melakukan perubahan yaitu terbuka terhadap perbedaan, memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo dan juga menjadi orang yang bebas merdeka.
- Sumber Inspirasi
Sumber inspirasi yaitu mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain dan memiliki gagasan-gagasan yang segar.
- Refleksi Diri
Refleksi diri yaitu memiliki kecenderungan apakah yang mendasar dan pokok.
- II. Kecerdasan Emosi
Goleman (2006) berpendapat bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran- pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan kecerdasan untuk bertindak. Sedangkan untuk definisi kecerdasan emosional, Goleman berpendapat bahwa kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, dan mengatur suasana hati.
Salovey dalam Goleman (2006) dalam Rachmi (2010) mengemukakan kemampuan seseorang dalam mengelola kecerdasan emosi terdiri dari:
- Mengenali emosi diri (self awareness)
Merupakan kemampuan dari dalam diri mengenai sauna hati, maupun pikiran kita mengenai suasana hati tersebut. Unsur- unsur pengenalan diri adalah kesadaran emosi,penilaian diri secara teliti, dan percaya diri.
- Mengelola emosi (self regulation)
Adalah kecakapan dalam menyeimbangkan emosi, bukan kemampuan emosi. Karena emosi sendiri diperlukan untuk member warna dalam kehidupan. Unsure- unsure mengelola emosi terdiri atas kendali diri, sifat dapat dipercaya, kehati- haian, adaptabilitas, dan inovasi
.
- Memotiivasi diri sendiri (motivation)
Kemampuan menggunakan hasrat agar setiap saat dapat membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih baik, serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif. Unsur-unsur motivasi, yaitu: dorongan prestasi, inisiatif, komitmen, dan optimisme.
- Mengenali emosi orang lain (emphaty)
Merupakan kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan orang lain. Empati dibangun atas dasar kesadaran diri. Unsure- unsure kemampuan mengenali emosi orang lain adalah: memahami orang lain, mengembangkan orang lain, orientasi pelayanan, dan memanfaatkan keragaman.
- Membina hubungan (social skill)
Adalah kemampuan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, bisa mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelasaikan perselisihan, dan bekerjasama dalam tim. Unsur-unsur ketrampilan sosial, yaitu: pengaruh, komunikasi, manajemen konflik, kepemimpinan, katalisator perubahan, membangun hubungan, kolaborasi dan kooperasi, serta kemampuan tim.
- III. Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar menurut Achmad Munib (2011) adalah lingkungan dimana diselenggarakannya proses pendidikan, lingkungan belajar sendiri merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan belajar dijabarkan lagi menjadi tiga, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
- Lingkungan Keluarga
Hasbullah dalam Erlina (2011) mengungkapkan bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama yang dialami oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua. Hubungan yang harmonis dalam keluarga akan membantu anak dalam melakukan aktivitas belajarnya. Selain itu, suasana rumah, pendidikan orang tua, keadaan ekonomi keluarga dan hubungan antara anggota keluarga, orang tua, anak, kakak, atau adik yang harmonis turut berpengaruh juga.
- Lingkungan Sekolah
Achmad Munib (2011) menyatakan bahwa lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang terbentuk secara formal kelembagaan.
- Lingkungan masyarakat
Wiji Suwarno dalam Erlina (2011) memberikan definisi mengenai lingkungan masyarakat, yaitu lingkungan pendidikan nonformal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis. Slameto berpendapat bahwa lingkungan masyarakat yang ada disekitar sswa berpengaruh pada prestasi belajar siswa tersebut. Lingkungan yang baik, tenang, keadaan masyarakat yang terpelajar, tentu akan berbeda pengaruhnya jika dibandingkan dengan lingkungan masyarakat yang kurang kondusif, dan masyarakan yang kurang terpelajar.
- IV. Prestasi Belajar
Prestasi belajar acap kali digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan siswa dalam belajar. Belajar merupakan kegiatan untuk mencari pengetahuan baru, dengan demikian, seseorang yang melakukan kegiatan belajar berarti berusaha mengurangi ketidak tahuannya akan suatu hal. Namun dalam tataran pendidikan formal di Indonesia, untuk mengetahui progress siswa yang dari tidak tahu menjadi tahu maka dilakukanlah sebuah evaluasi belajar. Hasil evaluasi ini biasanya dinyatakan dengan simbol –angka atau huruf—. Dari hasil evaluasi ini maka akan segera diketahui prestasi belajar siswa tersebut..
PEMBAHASAN
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pengaruh kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian tersebut pada umumnya menghasilkan kesepakatan mengenai EQ berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi belajar, SQ berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi belajar, dan lingkungan belajar berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi belajar.
Pengaruh EQ dan SQ Terhadap Prestasi Belajar
Agus Riyanto (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap prestasi belajar mata diklat ekonomi siswa kelas I SMK Negeri 1 Malang menemukan kedua variabel bebas yaitu EQ (X1) dan EQ (X2) memiliki pengaruh positif signifikan terhadap prestasi belajar. Baik secara simultan (bersama- sama) maupun parsial terhadap prestasi belajar (X2) mata diklat ekonomi siswa kelas I SMK Negeri 1 Malang.
Agus Riyanto berpendapat bahwasannya perlu adanya peningkatan kualitas pendidikan dengan mengedepankan nilai-nilai emosional, yang sinergis dengan nilai-nilai spiritual”Dengan suatu harapan, terbentuknya sumber daya insani yang berkualitas dan bermakna bagi diri siswa, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara” Dalam dunia pendidikan dalam proses belajar mengajar guru harus menyeimbangkan antara EQ dan SQ untuk mencapai keberhasilan tujuan pendidikan” Bagi siswa yang memiliki kecerdasan emosional tergolong rendah tidak perlu mider, karena siswa tersebut bisa mengembangkan/meningkatkan kecerdasan emosional untuk meraih keberhasilan dengan cara melatih kemampuan-kemampuan yang terkait dengan kecerdasan tersebut”
Disisi lain, Sumikan (2011) menemukan hal yang sama. Dalam penelitiannya, ditemukan pengaruh yang signifikan antara EQ dan SQ terhadap prestasi belajar. Dengan demikian, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual mempunyai andil yang cukup besar terhadap keberhasilan prestasi belajar siswa sehingga sudah menjadi keharusan bagi tenaga pendidikan untuk selalu memperhatikan dan meningkatkan kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual guna mendongkrak prestasi belajar anak didiknya tanpa melupakakan faktor-faktor lain yang juga berhubungan dengan prestasi belajar siswa.
Pengaruh Lingkungan Belajar Terhadap Prestasi Belajar
Erlina Nurmalia (2011) mencoba meneliti pengruh lingkungan belajar terhadap prestasi belajar. Dalam Skripsinya, Erlina meneliti pengaruh Fasilitas sekolah dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar di MAN Malang 1. Hasil dari penelitian tersebut, tidak ditemukan adanya pengaruh antara fasilitas sekolah dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa. Baik secara parsial maupun simultan ditemukan hal yang demikian.
Disisi lain, Partono dan Minarni (2005) menemukan adanya pengaruh lingkungan belajar terhadap prestasi belajar. Ditemukan bahwasannya pengaruh lingkungan belajar terhadap prestasi sebesar 18, 57% di SMP Negeri 11 Semarang. Senada dengan temuan Noor Chalifah (2011) yang menemukan adanya pengaruh lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa Kelas XI SMA N 1 Jekulo Kudus. Bahkan dalam penelitian tersebut, pengaruh lingkungan belajar terhadap prestasi belajar sebesar 53,3%.
Penelitian- penelitian diatas menemukan hal yang bertentangan. Kemungkinan disebabkan oleh penggunaan indikator yang berbeda. Nurmalia (2010) menggunakan sub variabel berupa lingkungan fisik atau alami, dengan indicator- indikaornya kelembaban udara, keadaan suhu, kepengapan udara, dan tempat letak gedung sekolah. Selanjutnya sub-indikator lingkungan social budaya dengan indicator lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sedangkan Partono dan Minarni (2005) menggunakan faktor lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, dan lingkungan keluarga saja begitu juga dengan Noor Chalifah (2011). Selain itu, perbedaan hasil juga dipengaruhi oleh obyek penelitian yang berbeda. Jadi perbedaan dalam hasil penelitian tersebut dimungkinkan terjadi. Walaupun demikian, hasil penelitian yang ditemukan oleh Erlina Nurmalia (2011) bertentangan dengan pendapat para ahli pendidikan secara umum (Munib, 2011).
Kesimpulan dan Saran
Dari studi penelitian terdahulu yang penulis lakukan, ditemukan adanya persamaan antara penelitian satu dengan lainnya dalam variabel EQ dan SQ. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Partono dan Tri Minarni (2005) dan Noor Chalifah (2011) menemukan hasil yang sama, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan belajar terhadap prestasi belajar. Namun berbeda dengan temuan Erlina Nurmalia (2011) yang tidak menemukan pengaruh lingkungan beljar terhadap prestasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, sudah seyogyanya bagi kalangan pemangku kepentingan di bidang pendidikan untuk tidak hanya menonjolkan sisi kecerdasan intelektual siswa semata, namun juga mempertimbangkan peningkatan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual siswa untuk menunjang prestasi belejar mereka. Selain itu, peningkatan kualitas lingkungan belajar yang berupa lingkungan sekolah, lingungan keluarga, dan lingkungan masyarakat juga penting, karena masing- masing berdampak positif pada prestasi belajar siswa.
Daftar Pustaka
Chalifah, Noor. 2011. ”Pengaruh Lingkungan Belajar dan Kompetensi Profesional Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI SMA N 1 Jekulo Kudus”. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. (Online). (http://lib.unnes.ac.id/10367/1/11682a.pdf diakses 30 Juni 2012)
Ginanjar, Ary. 2001. ESQ (Emosional Spiritual Quotient). Jakarta: Arya
Goleman, D. 2006. Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Munib, Achmad. 2011. Pengantar Ilmu Pendidikan (edisi kedelapan). Semarang: Unnes Press
Nurmalia, E. 2010. Pengaruh Fasilitas dan Lingkungan Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPS MAN Malang1. Skripsi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. (Online). (lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/06130047-erlina-nurmalia.ps diakses 29 Juni 2012)
Partono dan Minarni, Tri. 2006. Pengaruh Disiplin dan Lingkungan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi. Jurnal Dinamika Pendidikan Unnes. (online). (http://journal.unnes.ac.id/index.php/DP/article/viewFile/477/434 diakses 1 Juni 2012)
Riyanto, A. 2007. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap prestasi belajar mata diklat ekonomi siswa kelas I SMK Negeri 1 Malang. Skripsi Universitas Negeri Malang. (Online). (http://library.um.ac.id/free-contents/download/pub/pub.php/33982.pdf diakses 29 Juni 2012)
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Sumikan. 2011. Pengaruh kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, dan Prestasi Belajar PAI SMK Negeri 1 Dlanggu Mojokerto. Tesis Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. (online). (http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/introduction/09770016-sumikan.ps diakses 28 Juni 2012)
Zohar, D dan Marshal, I. 2002. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Mizan
Reblogged this on bintimufah.